Negara
Indonesia rawan penyakit kritis dibandingkan negara-negara maju. Berbeda dengan
kondisi di negara maju, di Indonesia, 80 persen masyarakatnya jauh dari
harapan hidup sehat. Banyak masyarakat kita akhirnya menderita penyakit kritis
karena tak kunjung berobat, akibat kekurangan uang. Sementara itu, 20 persen
masyarakat menengah ke atas uangnya habis untuk mengobati penyakit berat. Hal
ini terjadi karena mereka kurang peduli untuk melakukan pemeriksaan dini.
"Mayoritas
penduduk Indonesia cenderung tidak waspada dan menunda pengobatan, sehingga
penyakit terlambat diketahui atau sudah telanjur stadium lanjut. Masyarakat
seringkali mengabaikan check up atau deteksi dini," ujar pengamat
kesehatan Dr Handrawan Nadesul di Jakarta, kemarin.
World
Health Organization (WHO) dan World Bank memperkirakan, 12 juta penduduk Indonesia didiagnosa
menderita penyakit kritis tahun lalu. Sementara itu, tahun 2008, ada 36,1 juta
orang meninggal dunia akibat penyakit kritis.
Berdasarkan
banyaknya penderita, penyakit kritis pada urutan pertama di Indonesia adalah
jantung, kanker dan tumor, serta hipertensi. Berdasarkan prediksi Kementerian
Kesehatan tahun 2011, jumlah penderita kanker akan mendekati penyakit jantung
dan stroke, yaitu sekitar 230 ribu. Sementara itu, jumlah pasien kanker,
penyakit jantung, dan stroke diproyeksikan mencapai 750 ribu.
Menurut
Dr Hendrawan, penanganan penyakit kritis sejak awal sangat penting. Sebab, jika
sudah terlambat, biayanya akan semakin tinggi. Check up bisa mengurangi biaya
perawatan kesehatan. Pasalnya, semakin dini penyakit diketahui, pengobatan akan
semakin mudah dan murah.
Jika
sudah stadium lanjut, pengobatan bakal lebih sulit dan biayanya pun mahal.
"Meski akhirnya berhasil diobati, penyakit sudah telanjur menyebar. Pasien
yang sembuh juga akan cacat, karena salah satu organ tubuhnya telah rusak.
Misalnya penyakit stroke, walaupun sudah diobati dan sembuh, pasien tetap saja
cacat. Penderita tidak bisa sehat seperti semula, sehingga kualitas hidupnya
akan buruk," jelas dia.
Itulah
sebabnya, lanjut Handrawan, check up perlu dilakukan. Selain meminimalisasi
biaya, deteksi dini bermanfaat untuk menjaga kualitas hidup kita.
"Salah
satu kesalahan masyarakat Indonesia adalah masih percaya pada pengobatan
alternatif. Ketika merasa nyeri bukannya langsung berobat, malah mampir ke
orang pinter dulu. Akibatnya, saat diperiksakan ke dokter, kondisinya sudah
‘terlambat’," imbuhnya.
Handrawan
menjelaskan, penduduk Indonesia lebih berisiko terkena penyakit kritis terutama
karena enam faktor.
Faktor pertama adalah wawasan kesehatannya yang masih rendah. Kedua, sistem family doctor belum menjadi tradisi. Ketiga, check up belum menjadi kegiatan rutin. Keempat, tidak semua masyarakat mampu berobat setiap sakit. Kelima, meningkatnya pendapatan kalah cepat dengan percepatan kenaikan ongkos berobat.
Keenam, dampak globalisasi yang terakulturasi, seperti gaya hidup kebarat-baratan, terutama mengonsumsi makanan cepat saji yang mengandung tinggi kalori dan lemak.
Faktor pertama adalah wawasan kesehatannya yang masih rendah. Kedua, sistem family doctor belum menjadi tradisi. Ketiga, check up belum menjadi kegiatan rutin. Keempat, tidak semua masyarakat mampu berobat setiap sakit. Kelima, meningkatnya pendapatan kalah cepat dengan percepatan kenaikan ongkos berobat.
Keenam, dampak globalisasi yang terakulturasi, seperti gaya hidup kebarat-baratan, terutama mengonsumsi makanan cepat saji yang mengandung tinggi kalori dan lemak.
"Menu
harian yang tidak sehat menjadi penyebab utama penyakit kanker. Bukan hanya
porsi makan yang harus diperhatikan, tetapi juga kualitas makanan yang
dikonsumsi," katanya.
Ia memaparkan, jajanan banyak yang mengunakan bahan-bahan kimia yang mengandung zat adiktif. Contohnya, dalam krupuk dan kripik terdapat obat penggaring. Demikian pula dalam mi ada obat antilengket.
“Gula
pasir dan bahan penyedap makanan juga mengandung bahan kimia. Orang
yang mengonsumsi makanan tersebut dalam menu harian, selama puluhan tahun,
tentu beresiko terkena kanker,” tandasnya.
Untuk
menghindari kanker, Dr Handrawan menganjurkan mengonsumsi makanan sehat,
seperti ubi, singkong dan daunnya, bayam, kangkung, serta buah-buahan. Selain
itu, masyarakat juga harus sering berolahraga, misalnya jalan kaki selama 45-50
menit.
"Saat
ini, orang-orang yang paling sehat di dunia berasal Okinawa, Jepang. Usia
mereka bisa mencapai angka maksimal manusia hidup, yakni 120 tahun. Ini
dikarenakan mereka masih mengonsumsi makanan tradisional yang sehat,"
ujarnya.
Dr
Handrawan menjelaskan, penyakit kritis yang beresiko kematian menguras biaya
yang tinggi, karena memerlukan terapi yang mahal. Pengobatannya membutuhkan
peralatan medis yang canggih.
Biaya
itu akan sangat membebani keuangan keluarga. "Oleh karena itu, check up
merupakan pemeriksaan yang wajib dilakukan. Bagi yang berpotensi terkena kanker
atau orangtua dan keluarganya pernah terkena kanker, sebaiknya check up enam
bulan sekali. Sedangkan orang yang tidak berpotensi kanker bisa check up
setahun sekali," imbuhnya.
Menjalani gaya hidup
sehat dan melakukan check up medis, lanjut Handrawan, merupakan upaya yang
efektif untuk meminimalisasi risiko terkena penyakit kritis. Apalagi, kemajuan
teknologi saat ini membuat check up medis lebih akurat dalam mendeteksi
penyakit kritis sejak dini. (IZN - pdpersi.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar