Pentingkah asuransi kesehatan bagi kita? Berdasarkan data Bapepam –
LK (2010), Hanya 17,5 persen orang Indonesia di kota-kota besar yang
sudah memiliki asuransi jiwa. Ironisnya lagi, hasil survei Mark Plus
(2011) menyebutkan bahwa 3 dari 5 orang Indonesia tidak punya persiapan
jika menghadapi risiko kesehatan atau kematian.
Bagi mereka yang memiliki asuransi, menurut Mark Plus, ternyata dana
cadangan yang tersedia untuk melindungi keluarga dari musibah di masa
depan rata-rata sekitar Rp 25 juta. Cukupkah dana sebesar itu untuk
proteksi masa depan kita dan anggota keluarga?
Padahal, tanpa kita sadari biaya pengobatan selalu naik tiap tahun.
Berdasarkan survei Global Medical Trends Survey Report dari Tower Watson
tahun 2012, biaya kesehatan di Indonesia tahun lalu naik 14%
dibandingkan tahun 2011. Penyebabnya ada tiga faktor.
Pertama, sebesar
52% dikarenakan biaya teknologi medis terbaru lebih tinggi. Kedua,sebesar 50%
pengobatan yang diberikan kepada pasien terlalu berlebihan.
Ketiga, 31%
sarana kesehatan untuk memperoleh keuntungan lebih banyak.
Pada periode
yang sama, rata-rata kenaikan pendapatan orang Indonesia hanya 1,2% per
tahun berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk
2011-2012.
Sementara itu, penyakit selalu datang kapan saja, berapapun usia,
jabatan maupun profesi Anda. Tidak peduli penyakit ringan maupun kritis,
seperti jantung, kanker, diabetes atau stroke siap menyerang. Dan
tahukah Anda bahwa 53% kematian di Indonesia disebabkan oleh sakit
jantung.
Saat ini mayoritas orang Indonesia, khususnya usia muda, cenderung
enggan membeli asuransi kesehatan. Alasannya, tubuh masih sehat, jarang
sakit kronis dan produktif. Apalagi, perusahaan tempat kita bekerja
menyediakan tunjangan kesehatan. Akibatnya, rata-rata orang berpikir
2-3 kali untuk membeli asuransi kesehatan.
Pentingnya proteksi setidaknya tergambar dari sejumlah fakta yang
mengemuka di masyarakat akhir-akhir ini. Faktanya 86% penghasilan
ekonomi keluarga digunakan sebagai sumber dana pengeluaran biaya
kesehatan (Kompas); 80% keluarga mengalami masalah ekonomi ketika
anggota keluarganya menderita; penyakit kanker (Kompas); 70% orang
Indonesia membayar sendiri kesehatan mereka (IMF);
1,2 juta orang Indonesia mencari pengobatan ke luar negeri setiap tahunnya dan Rp 1,2 triliun uang yang dihabiskan untuk pengobatan ke luar negeri setiap tahunnya.
1,2 juta orang Indonesia mencari pengobatan ke luar negeri setiap tahunnya dan Rp 1,2 triliun uang yang dihabiskan untuk pengobatan ke luar negeri setiap tahunnya.
“Sehat itu mahal.” Begitulah kalimat yang jamak diungkapkan orang
untuk mendorong hidup sehat. Ungkapan itu mengingatkan bahwa menjaga
kesehatan itu penting sekali, sebab jika sampai terjatuh sakit, maka
biaya yang dikeluarkan akan lebih mahal. Apalagi jika yang menderita
sakit dalam keluarga adalah tulang punggung atau pencari nafkah utama.
Bisa dibayangkan betapa mengkhawatirkan.
tren positif atas perkembangan kesehatan
orang-orang di seluruh dunia. Pertama, secara umum orang-orang sekarang
memiiki masa hidup lebih lama. Kedua, dunia pengobatan semakin canggih,
sehingga kian banyak orang yang dapat diselamatkan dari
penyakit-penyakit berbahaya atau mematikan.
Namun, tidak dapat dipungkiri makin lama biaya pengobatan atau rumah
sakit makin melambung karena teknologi dan fasilitasnya makin canggih.
“Untuk itu, dengan berkembangnya usia rata-rata hidup pasti problem
kesehatan jadi utama. Dan masalah kesehatan tak bisa lepas dari problem
keuangan,” tegas Sukono Djojoatmodjo, Dokter Spesialis Saraf RS Premier
Jatinegara, menambahkan.
Mengutip hasil survei Global Medical Trends Report dari Towers Watson
di 2012, rata-rata kenaikan biaya pengobatan di Indonesia sepanjang
tahun 2009-2011 naik dari 10,7% menjadi 13,55% per tahunnya. Padahal,
berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik untuk tahun 2011-2012,
kenaikan pendapatan masyarakat Indonesia hanya 1,2% tiap tahun.
Bisa
ditebak, ada kesenjangan yang lebar antara kebutuhan kesehatan dan
ketersediaan dana. Alhasil, masyarakat perlu mengelola keuangannya
dengan baik supaya bisa menopang biaya kesehatan yang kian tinggi.
Berdasarkan survei, sebanyak
70 persen penduduk Indonesia membiayai sendiri biaya dokter atau rumah
sakit.” Artinya, kesadaran masyarakat Indonesia untuk mempunyai asuransi
kesehatan masih rendah. Padahal, ia menegaskan, asuransi adalah sebuah
solusi dari kondisi yang tak berimbang tersebut.
Bagaimana memilih produk asuransi kesehatan yang ideal? Tips memiliki
asuransi kesehatan yang tepat ada tiga.
Pertama, periksa anggaran yang
Anda miliki.
Kedua, pilihlah perlindungan yang memberikan ketenangan
dalam setiap tahap kehidupan Anda.
Ketiga, miliki asuransi yang sesuai
anggaran Anda
perusahaan asuransi ini pun terus berinovasi menelurkan produk-produk
terbaik. “Fokus kami pada nasabah menuntut kami untuk terus mencari cara
dalam memberikan solusi keuangan yang tepat, dan peluncuran Sun MED
mencerminkan usaha kami yang berkelanjutan untuk senantiasa memenuhi
kebutuhan nasabah
adalah
sebuah asuransi tambahan yang menawarkan manfaat lebih untuk biaya rawat
inap dan operasi. Produk ini ditujukan untuk nasabah dengan usia
pertanggungan mulai dari 15 hari hingga 88 tahun. “Kami satu-satunya
perusahaan asuransi yang meng-cover nasabah hingga usia 88 tahun,”
ungkap Elin.
Keunggulan lain Sun MED adalah memberikan perlindungan manfaat
kesehatan yang komprehensif. Maksudnya, asuransi tambahan ini turut
menanggung biaya perawatan setelah nasabah melakukan rawat inap,
misalnya biaya fisioterapi penderita stroke.
Nilai pertanggungan kurang mencukupi
Dinda (37 tahun), wanita single yang bekerja di
sebuah perusahaan Swasta , memang telah mengantongi polis asuransi kesehatan
dari kantor tempatnya bekerja. Tapi, masalahnya apakah nilai
pertanggungan asuransinya atau proteksi sudah mencukupi? Dinda hanya
menggelengkan kepala saat ditanya hal itu.
pengalaman pahit soal proteksi asuransi yang tidak
memadai. Diceritakannya, beberapa waktu lalu dia harus menjalani operasi
tumor payudara, bahkan dirujuk ke rumah sakit di Singapura. Celakanya,
biayanya pun membengkak. “Pengobatan saya di luar negeri menghabiskan
dana puluhan juta, sementara nilai proteksi asuransi dari kantor cuma
makimal Rp 10 juta,” kenangnya pilu.
Nah, pelajaran dari musibah itu,
dirinya harus
memproteksi diri dengan nilai pertanggungan yang memadai. Itulah
sebabnya, sejak saat itu dia membeli lagi polis asuransi kesehatan yang
dibayar secara pribadi. “Asyiknya produk asuransi saya itu juga
bermuatan investasi. Namanya unit link, benefit-nya ganda:
proteksi sekaligus investasi,
Bayar preminya sekitar Rp 300 ribu per
bulan,” dia menuturkan. Sekarang, Fitri sudah berkeluarga dan Rencananya, dia dan
suami akan menambah polis asuransi jiwa dan kesehatan bila sudah
memiliki momongan.
Kisah yang dialami dinda sering kita jumpai di kalangan
masyarakat Indonesia. Ini masalah klasik. Banyak masyarakat yang tidak
memiliki asuransi. Kalau pun sudah punya asuransi, faktanya proteksinya
tidak mencukupi.
Ironisnya, ketika musibah itu datang, aktivitas penderita atau
pencari nafkah utama terancam terganggu karena harus menjalani
pengobatan yang membutuhkan biaya tak terduga. Akibatnya, orang-orang
tercinta kena dampaknya. Di sisi lain, biaya pengobatan terus
membengkak. Bahkan, di Indonesia dalam dua tahun terakhir terjadi
peningkatan 10-14% (Global Medical Trends Survey Report tahun 2011 dari Towers Watson).
Tidak bisa dipungkiri penetrasi asuransi jiwa kita masih rendah,
karena mayoritas masyarakat belum paham manfaatnya. Ketua Umum Asosiasi
Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Hendrisman Rahim, mengatakan, kecilnya
penetrasi asuransi jiwa itu karena masyarakat masih belum yakin bahwa
masa depannya akan terjamin dengan masuknya mereka ke asuransi.
Menurutnya, Indonesia berpenduduk ke-4 terbesar di dunia (238 juta
jiwa), tapi penetrasi asuransinya masih di bawah 5%.
Betul, penetrasi asuransi jiwa di Indonesia masih rendah, sekitar 1-2% dari total populasi yang insurable, yaitu sekitar 29-30 juta orang. Sedangkan pertumbuhan industri asuransi secara keseluruhan tahun 2012 sekitar 19-25%.
Pepatah bilang ada sebab, ada musabab. Begitu halnya minimnya peserta
asuransi. Mengapa masyarakat enggan berasuransi? Banyak sebab, pakar
asuransi pun angkat bicara.
Menurut Profesor Hasbullah Thabrany, Guru
Besar Universitas Indonesia, rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia
disebabkan rendahnya tingkat pendidikan dan sistem jaminan sosial yang
tidak diwajibkan. Persepsi masyarakat Indonesia masih menganggap risiko
itu di tangan Tuhan. Mayoritas masih berpikiran jangka pendek dan belum
peduli resiko.
Pentingnya asuransi
Hidup adalah risiko. Sejak kita dilahirkan di dunia hingga ajal
datang menjemput, hidup kita selalu dibayangi risiko. Lihat saja mulai
dari kita bangun tidur dengan melakukan berbagai aktivitas di rumah,
sekolah, kantor, mal, atau berbagai tempat lain tidak luput dari ancaman
risiko. Bahkan, saat kita menjelang tidur pun tidak bisa menghindar
dari risiko
Risikonya apa saja? Mulai dari risiko gangguan kesehatan, kehilangan
nyawa, kecelakaan, kehilangan harta benda, kebakaran, kebanjiran hingga
bencana alam. Risiko tersebut bisa menyerang diri kita sendiri, anggota
keluarga, kelompok atau perusahaan. Ironisnya, semua risiko itu datang
secara tiba-tiba.
Nah, untuk mengalihkan risiko-risiko itu dibutuhkan perlindungan atau
proteksi. Bagaimana caranya? Kita cukup membeli asuransi sejak dini
agar mendapatkan proteksi yang maksimal, misalnya asuransi jiwa dan
asuransi kesehatan.
Asuransi jiwa adalah proteksi yang menanggung jiwa kita. Banyak
manfaat asuransi jiwa, di antaranya: meminimalkan risiko yang tak
diduga, keluarga lebih terjamin jika terjadi sesuatu pada kepala
keluarga karena ada dana cadangan untuk membantu. Selain itu, banyak
fasilitas memudahkan bisa didapatkan.
Asuransi jiwa kini banyak digabung
dengan berbagai perencanaan lain dan investasi yang bisa membantu
saat-saat sulit di masa depan.
Manfaat lain? Menenteramkan pikiran. Bagi yang menjadi kepala
keluarga, adanya asuransi jiwa bisa membuat pikiran lebih tenteram
karena akan ada dana cadangan bila terjadi sesuatu kelak. Dengan begitu,
kerja bisa lebih tenang dan hasil pun lebih maksimal.
Mengapa masyarakat kita belum melek asuransi? Sebabnya, orang
Indonesia masih menganggap asuransi sebagai barang mewah. Asuransi
dinilai hanya dapat diraih seiring dengan peningkatan penghasilan.
Padahal, biaya pengobatan di Indonesia telah naik 10-14% selama 3 tahun
terakhir. Biaya tersebut akan terus meningkat dalam 5 tahun ke depan.
Nah, melalui asuransi jiwa, masalah atau kendala itu bisa ditekan,
bahkan diatasi tuntas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar